Rate: T (jauhkan dari jangkauan anak-anak, Kids dilarang baca)
Cerita ini hanyalah fiksi belaka, tidak berhubungan dengan karakter anime manapun.
Cerita ini berupa fanfiction dari saya untuk forum tercinta, Naruto-Indo
Seluruh karakter yang terlibat di dalamnya berasal dari character buatan di forum Naruto-Indo
Terinspirasi dari jalannya roleplay dari Kikyo dan Uchiha Shisui.
Terima kasih yang sebesar-besarnya pada Kikyo, Uchiha Shisui dan Kazumazu Tokugawa yang bersedia
------
Part 1
TOK TOK!
"kikyo, bangunlah. Sudah pagi. Kamu bisa terlambat ke sekolah."
Sudah pagi? Aku mengerjapkan mata dan bergelung di balik selimut tebal. Perlahan bangkit dari tidurku dan mengalihkan pandanganku ke jendela kamar. Ada bias cahaya yang menembus tirai kamar. Seulas senyum menghiasi wajahku. Hari ini akan menjadi hari yang baik. Segera ku buka tirai, dan cahaya matahari merebak masuk ke dalam kamar, aku menutup mata. Silau. Dan berikutnya, moodku berubah saat melihat sosok di seberang jendela. Aku segera menutup tirai dengan kasar. Hari ini akan buruk!
Narundo High School, seperti biasa, selalu ramai.
"Kikyo-chan, pagi.." Seseorang menyapaku. Lebih tepatnya berteriak. Aku yang baru saja hendak masuk ke kelas menoleh ke seseorang yang berteriak padaku. Hidan. Sedang melambaikan tangannya padaku. Teman baikku dari kecil. Gadis itu mendekat dengan senyum yang mengembang di wajahnya. Gadis tomboy itu memang selalu seperti itu.
Ngomong-ngomong soal teman baik sejak kecil, ada seseorang yang harus kuwaspadai saat ini. Tapi entah kenapa, aku belum melihatnya. Entah kemana dia, padahal pagi tadi dia masih menampakkan senyum bodohnya padaku. Saat masuk ke dalam kelas, kelas sudah ramai. Aku menoleh ke sana ke mari, mencari sosok itu. Tapi sepertinya bocah bodoh itu belum ada. Aman.
"Kikyo-chan, ada apa?"
Aku menoleh dengan cepat ke Hidan. Tersenyum kecil, lalu menampakkan wajah khawatirku. Tentu Hidan tahu apa artinya itu. Setelah mengkonfirmasi bahwa kelas telah aman, aku segera menghampiri bangkukku di dekat jendela. Hidan mengikutiku, lalu duduk di sampingku, bangkunya.
Aku menghela napas berat. Awal pagi terlewati dengan aman. Semoga berikutnya akan terlewati dengan tenang. Baru saja berpikir seperti itu, dua lengan melingkar di leherku. Seseorang memelukku dari belakang. Tercium aroma parfum dihidungku. Aroma ini… Jangan-jangan!
"Seperti biasa rambutmu selalu wangi." Kurasakan rambutku disentuh.
Aku segera menoleh ke belakang. Tapi baru saja mau melihat wajahnya, dahiku terasa basah. Bocah bodoh itu mencium dahiku. Mataku membulat sempurna karena terkejut.
"Selamat pagi, sayang~" Ujarnya bocah bodoh itu dengan suara manja lalu menghirup aroma rambutku.
Aku menggeram kesal. Hidan hanya bersikap acuh pada apa yang telah terjadi. Dia sudah terbiasa melihatnya. Sementara teman-teman sekelas melongo melihat kejadian tadi. Meski ada beberapa yang bersikap acuh.
"Kau kenapa sayang? Apa kau sakit?" Ujarnya, menyentuh dahiku, dan memasang tampang tidak bersalah. Menganggap bahwa apa yang dilakukannya adalah hal yang wajar.
"SHISUI...!!!" Aku berteriak kesal, hendak menghantam wajahnya dengan tasku.
------
Part 2
Jika kalian bertanya kenapa si bodoh berambut kuning itu selalu, ralat, tiap saat memanggilku begitu, semua berawal dari perjanjian yang kusesali hingga kini. Jika bukan karena tingkah polosku dimasa kecil.
Saat TK aku, Hidan, dan Shisui selalu bermain bersama. Shisui saat itu adalah anak yang cengeng. Karena selalu ditindas dengan anak-anak laki-laki yang lain, dia selalu memilih bermain bersama kami. Nah, perjanjian konyol itu dimulai ketika Shisui sedang dijahili oleh anak-anak dari blok sebelah. Aku dan Hidan yang melihatnya menolongnya. Hidan yang memang pada dasarnya tomboy, berhasil mengalahkan anak-anak itu. Sementara aku, hanya membantunya dengan melempari anak-anak itu dengan batu kerikil. Aku tidak sekuat Hidan.
"Kau tidak apa-apa?" Tanyaku padanya.
Shisui masih saja terisak. Aku mengelus kepalanya. "Tenanglah, anak-anak itu sudah pergi. Shisui jangan nangis lagi, ya." Ujarku, masih mengelus kepalanya. Saat itu juga Shisui berhenti menangis. Matanya menatapku, dan aku membalas menatapnya, seolah mengatakan semua-baik-baik-saja.
"Terima kasih, Kikyo-chan, Hidan-chan." Ujarnya, lalu menarik ingusnya.
Aku membalasnya dengan tersenyum, dan Hidan hanya bergumam lalu tersenyum. "Aku akan melindungi Shisui." Ujarku. Shisui tersenyum senang, "Benar?" Tanyanya. Aku mengangguk. "Kalau begitu Kikyo jadi istri Shisui ya. Kalau sudah besar Shisui akan menjadi suami Kikyo, akan menjaga Kikyo." Ujarnya dengan polos. Aku mengangguk. "Tentu."
"Janji?"
"Janji" Jawabku dengan polosnya, lalu kami berdua melakukan perjanjian kelingking.
Dan entah sejak kapan, aku menyesali kejadian lampau itu. Aku tidak menyangkan si bodoh Shisui masih ingat perjanjian itu.
Istirahat siang
"Sudah kubilang jangan melakukan itu lagi. Apa kau bodoh?" Ujarku kesal. Aku hampir berteriak di wajahnya, mengingat kami sedang berjalan di koridor. Sementara dia hanya cengengesan. Aku benar-benar ingin menonjok wajahnya yang cengengesan itu.
"Kenapa? Jangan malu dong, sayang. Kau kan istriku. Kalau marah nanti wajahnya jelek loh." Ujarnya menggodaku, lalu memelukku di pinggang dengan satu tangan kanannya. Aku menoleh ke Hidan yang sejak tadi hanya diam. Kulihat dia hanya tertawa pelan, seperti menikmati tingkah kami di sebelahnya. Beginilah Hidan, selalu acuh tak acuh pada situasi seperti ini.
Aku memukul tangannya dengan keras, dan Shisui segera melepas tangannya. Tentu si bodoh ini merasa sakit. Lihat saja, dia sudah mengelus-ngelus tangannya yang memerah. Aku memukulnya dengan sangat keras.
Dan sedetik kemudian, aku berhenti ketika melihat apa yang ada di depanku. Kakakku Makenshi, dan kedua temannya sedang berjalan kea rah kami. Entah kenapa aku sudah tidak bisa menggerakkan kakiku. Kakiku tidak bisa berkompromi untuk berjalan ke depan. Shisui dan Hidan hanya mengernyitkan dahi, heran melihat tingkahku.
"Pagi Kikyo, Hidan, Shisui."
Aku mengangkat kepalaku. Menatap kakakku yang tersenyum. Shisui dan Hidan membalas sapaannya, sementara aku, dengan bodohnya menjawab dengan gugupnya. "Pa..Pagi."
Aku menatap dua orang di samping kiri kanannya. Asing. Tapi. Makenshi yang sadar kedua temannya diperhatikan, memperkenalkannya padaku.
"Pria di samping kiriku, namanya Ryube." Pria bermata kuning itu tersenyum, lalu sedetik kemudian berekspresi datar. Apa-apaan itu?
"Dan yang ini Kazumazu." Pria berambut hitam itu tersenyum.
DEG. Oh, tidak! Aku menunduk dengan cepat.
"Ada apa denganmu?" Tanya Makenshi.
"Ti…Tidak ada apa-apa." Aku mengangkat kepalaku, dan tersenyum. Apa mukaku memerah? Tidak kan? Kuharap tidak. Shisui melirikku dengan pandangan tidak suka.
"Na… Namaku Kikyo, A..adik Makenshi." Ujarku memperkenalkan diri. Aduh, kenapa aku jadi gugup seperti ini.
"Manis ya?" Pria berambut hitam itu menimpali. Kazumazu, menimpali dengan senyum di wajahnya. Ma-Manis? Benarkah? Seketika itu juga wajahku memerah seperti kepiting rebus. Makenshi yang sadar akan wajahku, hendak tertawa keras jika aku tidak menatapnya seolah aku akan memutilasinya saat itu juga.
"Di-Disebelah kananku Hidan." Hidan hanya tersenyum. "Dan…" Aku baru saja akan memperkenalkan Shisui saat ada lengan yang melingkar dipinggangku, menarikku mendekat ke arah kiri.
"Aku Shisui." Shisui, menarikku ke dekatnya, dan menciumku di pipi. "Suami Kikyo. Ya kan, Sayang?"
"Apa?" Kulihat Kazumazu menatap tidak percaya.
Ryube, pria bermata kuning itu hanya menatap datar, seolah tidak peduli. Sementara Hidan, memutar bola matanya, benar-benar tidak peduli. Sementara Makenshi, sudah tidak dapat menahan tawa. Daan saat itu juga pria berambut perak itu tertawa dengan kerasnya. Sementara aku?
"APA!?" Juga tidak percaya dengan apa yang kudengar. Shisui mengatakannya tepat di depan Kazumazu.
------
Part 3
Aku benar-benar terpuruk saat ini. Materi pelajaran tidak ada yang masuk di kepalaku. Ini benar-benar membuatku pusing. Kejadian di istirahat siang tadi kepalaku pusing. Seharusnya aku bersikap biasa ketika Shisui menciumku. Bersikap biasa artinya aku marah dan menghantam wajahnya dengan sesuatu yang bisa kupakai untuk menghantamnya. Termasuk sepatu, kalau saja benda itu bisa melayang tepat kewajahnya.
Aku memutuskan untuk pergi, lebih tepatnya bolos pelajaran, tanpa ada yang mengikutiku. Termasuk Hidan, apalagi Shisui, si bodoh itu. Ya, si bodoh itu bersikap biasa saja setelah kejadian itu. Aku benar-benar ingin memutilasinya.
Kuputuskan untuk ke atap sekolah. Tidak ada seseorang di sana kan? Tempat yang tenang. Anginnya menenangkanku. Aku mengingat kembali kejadian memalukan tadi. Aku geram. Berani sekali dia menciumku tepat di depan Kazumazu senpai, orang yang kusukai. Eh? Kusukai? Benarkah? Kurasakan jantungku berdetak cepat, wajahku terasa panas. Ya, sepertinya benar.
Aku duduk bersandar pada pagar besi. Membiarkan angin membelai rambutku. Kucoba ingat sosok kazumazu yang tersenyum, menyingkirkan wajah si bodoh yang sedang cengengesan di kepalaku. Tanpa sadar, aku menggumamkan namanya.
"Kazumazu senpai..."
"Ya."
Eh?
Eh? Sepertinya khayalanku terlalu tinggi sampai-sampai aku mendengar suaranya.
"Kau memanggilku?"
Tidak. Aku tidak berkhayal. Aku segera menolehkan wajahku ke arah di aman suara itu berasal. Sosok itu, berambut hitam, dengan matanya yang sayu tersenyum padaku. Wajahku panas, dan langsung memerah. Aku malu. Benar-benar malu. Bagaimana bisa aku memikirkannya? Aku benar-benar bodoh.
"Se-sedang apa Senpai di sini? Sejak kapan?" Tanyaku, gugup.
"Sudah sejak tadi aku di sini. Sepertinya kau tidak menyadarinya. Aku hanya tidak ingin belajar saja. Bolos." Ujarnya lalu tertawa pelan. Tawanya berbeda dengan si bodoh itu, tentu saja.
"Lalu, apa yang kau lakukan di sini, Kikyo?" Tanyanya lalu duduk di sampingku.
Aku menggeser badanku, menjaga jarak darinya. "Aku... itu... A-Aku..." Kenapa aku gugup begini sih. Oya, kejadian tadi. "Kazumazu senpai....!"
"Kazu."
"Eh?"
"Panggil saja aku Kazu."
"Eh, ya. Kazu-san. Mengenai kejadian tadi..." Lidahku seperti berhenti bergerak saat otakku mengingat kejadian tadi.
"Aku sudah tahu kejadiannya dari Makenshi."
"Eh?"
"Kejadian tadi seperti lelucon, tapi kulihat anak itu serius. Kudengar kau juga menganggapnya lelucon kan?"
Aku menunduk wajahku memerah-lagi. "A-Aku..." Baru saja aku berbalik menghadap padanya, kuarasakan sesuatu menyentuh bibirku. Basah. Mataku membulat sempurna, tidak percaya pada apa yang terjadi saat ini. Kazu senpai menciumku. Bukan seperti yang dilakukan Shisui, tapi menciumku tepat dibibirku. Lembut dan hangat.
Ciuman yang singkat. Tapi membuat wajahku benar-benar panas dan jantungku berdetak tidak karuan. Tubuhku terasa lemas. "Aku masih punya kesempatan kan?"
Eh? Aku diam, tidak menjawab. Kazu senpai berdiri, lalu tersenyum. "Sampai bertemu lagi." dan kudengar suara pintu tertutup.
Aku memegang bibirku. Mengingat kejadian tadi membuat wajahku kembali memerah. Kudengar suara pintu dibuka, dan suara si bodoh itu terdengar di telingaku.
"Sayang~"
Kazu senpai, benarkah tadi apa yang dikatakannya? Aku memegang bibirku lagi. Menggigit bibir bawahku, mencoba mengingat sensasi lembut namun singkat itu.
"Sayang, kenapa wajahmu merah? Apa yang terjadi?"
Aku menggelengkan kepala kuat. Mencoba mengusir kejadian tadi, menghilangkan semburat merah di wajahku.
"A-aku tidak apa-apa."
Shisui mengernyitkan dahi, pasti ada sesuatu, pikirnya. "Apa ada hubungannya dengan Kazumazu Senpai?"
DEG! DEG! Tidak, wajahku kembali memerah, mengingat kejadian tadi spontan tanganku menyentuh bibirku. Tapi, Shisui menahan tanganku. Menatapku tajam. Aku tidak pernah melihatnya menatapku seperti ini. "Sudah kuduga." Katanya.
"Dia menciummu kan? Di bibir." Ujarnya, tepat. Membuat wajahku benar-benar memerah sekarang.
"Sudah kubilangkan, kau itu istriku. Jadi tidak boleh sembarangan. Kau harus lupa padanya." Ujarnya, menyentuh bibirku.
"Apa? Aku tida- hmmpf...." Mulutku tiba-tiba terkunci. Aku terbelalak. Tidak seperti biasa, dia menciumku di bibir dan ini pertama kalinya. Ciumannya berbeda dengan Kazu senpai. Kasar dan entah kenapa malah membuat hatiku sakit. Aku ingin menangis.
Aku mendesah saat dia menggigit bibir bawahku. Sakit. Dengan kasar, aku menendang perutnya. Membuat ciuman kasar itu terlepas. Aku mengelap bibirku dengan telapak tanganku. "Kenapa...?" Ucapku. Air menggenang di pelupuk mataku.
"Kenapa?" Kataku lagi. Saat itu air mataku benar-benar jatuh. Aku sudah tidak tahan untuk menangis. Aku segera berdiri, mengelap lagi bibirku. Kutatap dia dengan pandangan kesal, sementara Shisui menatapku nanar. Pandangannya seolah meminta maaf.
"Kau keterlaluan!" Teriakku, lalu berlari dari tempat itu. Aku masih berusaha mengelap bibirku, berharap kejadian tadi dapat menghilang begitu saja. Aku tidak peduli lagi dengannya. Kubiarkan air mataku jatuh begitu saja. Kenapa dia begitu keterlaluan?
Sementara itu Shisui, mengacak rambutnya frustasi. "Kenapa dia tidak pernah menyadarinya sih? Baka."
-------
Part 4
Sudah seminggu.
--Yap, sudah seminggu sejak kejadian itu. Jangan tanya kejadian apa! Aku tidak mau mengingatnya.
Sudah seminggu aku menjaga jarak dari Shisui. Benar-benar menjaga jarak, tidak mau bicara dengannya, tidak mau melihat wajahnya, bahkan tidak menganggapnya ada. Kuharap si bodoh berambut kuning nyentrik itu mati saja. Moodku selalu jelek jika melihat wajahnya. Dia berusaha mendekatiku, dan yang kulakukan adalah memasang tembok besar di antara kami. Hidan kujadikan bagian dari tembok besar itu. Aku memintanya untuk menjauhkan Shisui dariku.
Dan sudah seminggu pula aku dekat dengan Kazu-senpai. Sejak insiden di atap, Kazu-senpai jadi sering ke kelas, membantuku dalam tugas, dan juga mengajakku jalan-jalan (ini bagian yang terbaik). Dan hari ini, aku berniat ke kelasnya pada saat istirahat siang untuk membawakan bekal. Sebagai balasan terima kasih. Semoga saja Kazu-senpai menyukainya.
Istirahat siang
Aku berjalan dengan cepat ke gedung kelas tiga. Semoga saja bisa bertemu dengan Kazu-senpai. Tidak bersama Hidan, karena aku memintanya untuk menjauhkan Shisui dariku. Terserah bagaimana caranya. Dan saat tiba di depan kelasnya, III-2, aku menarik napas, mengatur napasku agar tidak gugup dan terlihat normal.
Saat masuk, aku mengedarkan pandangan. Mencari Kazu-senpai. Tapi sepertinya dia tidak ada. Kecewa, memang. Tapi ada Ryube-senpai di dalam, sedang membaca sebuah buku yang tidak kumengerti. Bukankah Ryube-senpai juga teman sekelas Kazu-senpai? Tapi aku tidak suka berbicara dengannya. Ekspresinya terlalu datar. Tapi aku memutuskan mendekat, meski terpaksa.
"Siang, Ryube-senpai."
Ryube-senpai tidak mengalihkan pandangannya dari buku. Seolah-olah buku itu lebih menarik dariku.
"Selamat siang, Ryube-senpai." Sapaku, lagi.
Dia melirikku dari sudut matanya, lalu kembali menekuni bukunya. Apa-apaan sikapnya itu?
"Apa Ryube-senpai tahu kemana Kazu-senpai pergi."
"Dia keluar." Jawaban yang singkat, padat, dan sangat tidak jelas.
"Iya, tapi kemana?"
Lagi-lagi dia melirikku, dengan sudut matanya. "Tidak tau."
"Begitu ya, padahal aku ingin menyerahkan ini padanya." Ujarku, sembari menunjukkan sekotak bekal makan siang, dan kuyakin dia tidak mau melihatnya.
"Berisik."
Eh? "Apa?"
"Kau berisik sekali. Aku tidak bisa membaca buku dengan tenang. Pergilah." Eh? Ternyata makhluk ini bisa berbicara lebih dari satu kalimat. Tidak kusangka. Tapi, apa-apaan kata-katanya itu? Dia mengusirku. Aku segera berbalik badan.
BRUGH!
Hampir saja aku terjatuh, dan juga bekal makananku, kalau saja orang yang menubrukku itu tidak menarik tanganku, menahanku agar tidak terjatuh.
"Kazu-senpai...?"
"Hati-hati, Kikyo. Bisa-bisa kamu terjatuh loh." ujar Kazu-senpai, membuat pipiku bersemu merah.
"Hahaha, dasar adik ceroboh." Ugh, aku ingin menggetok kepala kakakku yang bodoh itu dengan apapun, asal bukan bekal makanan ini.
Kazu-senpai melepaskan tanganku ketika aku sudah yakin dapat berdiri dengan lebih baik, lalu dia mendekati Ryube-senpai dan menepuk bahunya pelan. "Jangan berbicara kasar dengan cewek, nanti bisa tidak dapat pacar loh..." Kulihat ekspresi Ryube-senpai tidak berubah. Tapi pandangan matanya seolah-olah bukan lagi menatap buku yang dibacanya. "...Ryube-chan."
Hummph! Aku ingin tertawa. Jadi panggilan Ryube-senpai itu Ryube-chan toh. Sepertinya aku harus mencoba memanggilnya seperti itu beberapa kali.
BRAKK!
Aku tersontak kaget, ketika Ryube-senpai berdiri setelah membanting dengan keras bukunya di meja. Semua murid yang ada di kelas mengalihkan pandangannya pada kami.
"Jangan memanggilku Ryube-chan!" Ryube-senpai berteriak dengan penuh emosi. Aku tidak bisa berkata apa-apa melihatnya. Kukira dia orang yang tenang. Ternyata dia juga bisa marah. Malah terlihat mengerikan. Kutarik kata-kataku. Jangan pernah memanggil Ryube-senpai dengan kata Ryube-chan.
"Tenanglah, Ryube-chan." Kali ini kakakku yang menimpali. Apa yang dikatakannya? Dia malah menyiramkan minyak ke api.
"Sudah kubilang jangan memanggilku Ryube-chan!" Kali ini suaranya naik beberapa oktaf, entah sampai berapa oktaf karena suaranya sangat keras. Dan tiba-tiba saja Ryube-senpai melayangkan pukulannya ke Kazu-senpai. Aku menarik napas melihatnya. Untungnya Makenshi berhasil menahan pukulan itu, dan juga kedua tangan Ryube-senpai.
Tiba-tiba saja tanganku di tarik oleh Kazu-senpai, membawaku keluar kelas. Kazu-senpai kemudian berteriak. "Makenshi, jinakkan dia ya." Aku tertawa pelan, lalu kudengar lagi teriakan-teriakan dari dalam kelas, dan aku sudah tidak peduli pada apa yang terjadi di dalam.
"Kenapa kau mencariku?" Tanyanya.
Aku menyodorkan sekotak bekal makan siang padanya.
"Wah, kebetulan aku lapar. Ayo, kita makan bersama." Lalu Kazu-senpai menarikku, membawaku ke suatu tempat. Makan bersama? Tapi kotak bekalnya kan hanya satu.-
Bagus Kok Matt,,yakin kamu gak salah masuk jurusan?? Farmasi?? sastra better for u ,i think.. heheheheheh.
BalasHapusi'm waiting for the next part
@dhydhyt: *baca ulang cerita* eh, apa salah masuk jurusan ya? hehehe enggak ding. udah cocok di farmasi, insyaallah.
BalasHapusselamat menunggu part berikutnya ^^
then,dont make me waiting for so long ,,like sally almost 3 months..
BalasHapushihihihihhiihihihhi XD
errr...judulnya artinya apa :-/
BalasHapusSuka nulis fic juga? Aseeeek xD
wah, nama2 tokohnya sama judulnya kyk asing yah, wkwkwkkk...
BalasHapusitu judulnya bahasa mana kak? belanda kah?
@[L]ain: artinya cinta dan pilihan, kalau gak salah ya... :p *dasar penulis goblok*
BalasHapusyap, suka. soalnya saya kadang menghayal *pengakuan terlarang*, jadi dituangin ke bentuk tulisan.
@Ladida: nama tokohnya saya ambil dari username member Naruto-Indo.
judulnya dari bahasa jerman.