Sabtu, 10 November 2012

Butterfly

Fanfic for Naruto Indo
Cast: Ryube x Ai



Sudah menjadi kebiasaan bagi Ryube meluangkan waktu untuk duduk di puncak tertinggi di desa Kumo kala misi yang dijalankannya telah selesai, untuk menikmati semilir angin sore yang membelai wajah dan rambutnya yang hitam. Iris ungu cerahnya menatap sendu pada pemandangan perbukitan yang terjal dan sungai yang terhampar tepat di hadapannya. Angin sore yang berhembus membelainya mengingatkannya pada kepakan sayap hijau yang dulu terdengar merdu di telinganya.

"Ai..." lirihnya.

################

Contract

4 tahun yang lalu. Dia masih setingkat Jounnin saat itu, baru saja menyelesaikan misi tingkat A yang dibebankan padanya seorang. Dan dia tidak perlu terburu-buru untuk sampai ke desa. Saat sedang berjalan mengikuti jalan setapak kecil di hutan yang tidak begitu jauh dari desa, suara auman yang begitu keras mengejutkannya. Ryube berhenti, dan lagi-lagi auman itu terdengar untuk kedua kalinya, kini dengan intensitas suara yang lebih keras. 

Dari auman yang terdengar, makhluk ini bukan singat ataupun macam. Auman kedua makhluk itu tidak sekeras itu. Akan sangat berbahaya kalau makhluk dengan auman keras ini mendekati desa. Meski bukan termasuk dalam misinya, sebagai ANBU di harus mengatasi ini. Dengan cepat, Ryube segera menghampiri sumber auman keras itu.

Terkejut dan tidak bisa berkata apa-apa ketika Ryube mencapai sumber suara. Makhluk dengan bentuk menyerupai anjing dengan bola mata yang lebih besar, mulut yang menggeram menampakkan gigi-giginya yang tajam, rambut coklat kehitaman disepanjang tubuhnya, dan ukuran tubuhnya yang bahkan tiga kali lebih besar dari seekor macam kumbang. Dan yang paling mengejutkan, makhluk itu menggeram pada tiga manusia yang saling berpelukan dalam ketakutan. Hampir saja ujung-ujung taring mengenai kepala mereka, Ryube dengan cepat menghunuskan pedangnya, membelah makhluk itu dengan mudahnya. Besar dan rapuh rupanya.

Ryube berbalik, ketiga manusia itu menatapnya dengan kagum dan terkejut. "Kalian tidak apa-ap--" lagi-lagi satu hal mengejutkannya. Sepasang sayap hijau yang besar dan mengepak pelan di belakang seorang gadis berambut pirang dikepang dua menjadi pusat perhatiannya saat ini. 

"Terima kasih, kak." Ryube mengalihkan pandangannya kepada kedua bocah pirang yang kini membungkuk di hadapannya. Gadis bersayap itu ikut membungkuk, dan kepakan sayap hijau itu kembali menarik perhatiannya. "Ya..." balas Ryube.

"Kalianapa?"

Kedua bocah kembar yang juga pirang itu saling bertatapan. Mereka sudah menduga kalau pria penyelamat di depan mereka akan bertanya seperti itu. "Kami dari klan Chou, bangsa kupu-kupu." keduanya berbicara bersamaan.

"Klan Chou? Bangsa kupu-kupu?" Pantas saja. Ryube melirik sayap hijau yang bentuknya serupa dengan sayap kupu-kupu. 

"Ya, tidak seharusnya kami berada di sini. Tapi kami terpaksa datang ke tempat ini. Untunglah ada kakak yang menyelamatkan kami." Untuk keduanya kalinya bocah kembar berbeda jenis kelamin itu membungkuk untuk memberi hormat, dan begitu pula dengan gadis yang lebih tinggi di belakang mereka. Dan seperti terhipnotis, perhatian Ryube lagi-lagi terpusat pada sayap hijau yang mengepak pelan itu.

"Sebagai ucapan terima kasih, kami akan mengikat kontrak dengan kakak."

"Kontrak?"

"Ya, sebagai kuchiyose."

################

Green

Ryube terus memperhatikan tangan kanannya yang kini diselimuti oleh cakra hijau, cakra medis yang dikeluarkan di kedua telapak tangan gadis yang duduk tepat di sampingnya. Sesekali iris ungunya melirik dari sudut matanya gadis pirang yang tampak fokus pada pengobatan yang dilakukannya. Dan setiap kali dia melihat ke bekalang gadis itu, sayap hijau yang rapuh itu selalu saja menghipnotisnya untuk terus menatapnya.

"Kenapa kau selalu terluka?"

Suara gadis itu menyadarkan Ryube dari pikirannya yang seolah terfokus pada sayap hijau yang mengepak pelan. "Entahlah." jawabnya santai.

"Bukankah kau Jounnin? Setahuku shinobi setingkatmu sangat mudah untuk mengelak dalam serangan." 

"Aku tidak bisa jika Ryuujin yang mengendalikan tubuh. Kau kan tahu dia itu suka seenaknya."

Gadis pirang berkepang dua itu hanya menghela napas. Dia tahu Ryube memiliki kepribadian lain yang bernama Ryuujin, yang jauh lebih agresif dalam pertarungan. Dia tidak peduli terluka asalkan menang. "Kalau begitu beritahu pada Ryuujin untuk berhati-hati menggunakan tubuh. Dia pikir gampang menyembuhkan luka?" 

Ryube hanya tertawa geli mendengar penuturan Ai. Dan raut gadis itu berubah cemberut ketika mendengar suara tawa Ryube. Menyebalkan jika saat kau serius berbicara, tapi lawan bicaramu malah tertawa. "Aku serius, Ryu. Kau hanya memanggilku hanya pada saat kau terluka." Dan saat itu seluruh perhatiannya terpusat pada wajah gadis di sampingnya. Wajahnya terasa panas, tapi kenapa? 

"Baiklah, kurasa semua lukamu sudah sembuh. Aku harus segera kembali"

Terkadang, tubuhmu bergerak lebih cepat daripada pikiran. Dan itulah yang terjadi saat tangan Ryube kini sudah mencengkeram pelan salah satu bahu Ai. "Eh? Ada apa?" Gadis itu terkejut, tentu saja. "Eh?" Ryube sendiri heran, menatap tangannya yang masih berada di bahu Ai. Gadis itu menatapnya heran. Dan suasana menjadi terasa aneh baginya. 

"Tidak apa-apa. Pergilah." Ryube segera menyingkirkan tangannya dari bahu Ai. Gadis itu hanya mengedikkan bahunya. "Oke, jaa." Dan gadis itu menghilang seiring dengan bunyi poff yang terdengar. Sementara Ryube, pria itu masih menatap tangannya yang tadi mennyentuh bahu Ai.

Apa yang terjadi padaku?

################

Heart

Tidak ada misi, tidak ada yang bisa dilakukannya. Hari ini Ryube merasa sangat bosan. Selama ini dia selalu melaksanakan misi, tapi hari ini dan untuk dua minggu kedepan, pria itu tidak bisa melakukan apapun. Raikage memutuskan untuk memberinya masa liburan karena dia tahu Ryube belum mengambil waktu liburnya setelah 2 tahun. Dan terpaksa Ryube harus menerimanya, jika saja ini bukan perintah Raikage.

Ryube menyandarkan dagunya pada meja rendah di depannya. Bukti bahwa dia benar-benar bosan. Dia butuh sesuatu untuk membuatnya tidak bosan. Dan kepalanya membayangkan dua bocah kembar berisik dan penuh semangat, Nii dan San. Mungkin saja kedua bocah itu bisa menghilangkan rasa bosannya, dengan menghancurkan rumahnya sendiri. Dia masih mengingat dengan jelas bagaimana kedua bocah itu bermain-main dengan benda-yang-tidak-bisa-disebut-mainan. Jelas kedua bocah itu bukan pilihan yang tepat.

Ryube membentuk segel dengan darahnya di tangannya. Dan dalam kepulan asap, sesosok gadis pirang berkepang dua muncul dengan sayap hijaunya yang mengepak dengan cepat. "Ada apa lagi? Kau habis bertarung lagi? Luka apa lagi yang kau dapat?" Mendengar runtutan pertanyaan itu membuat Ryube menyesal memanggil gadis itu. 

"Seingatku dulu kau itu tidak secerewet ini." 

"Benarkah? Aku sudah lupa."

Kesal. Semakin hari gadis bersayap itu semakin jutek saja. Ryube hanya menghela napas. "Dulu kau pendiam dan manis. Beda sekali dengan sekarang." Gumamnya. Ryube melirik Ai dari sudut matanya, melihat gadis itu memalingkan muka dengan wajah yang tampak kesal. Benarkan? Gadis itu memang semakin jutek saja.

"Jadi? Kenapa kau memanggilku?" 

"Aku sedang bosan, tidak ada misi."

"Tidak ada misi? Bagaimana kalau kita jalan-jalan ke desa. Aku ingin sekali melihat suasana desa Kumo."

Ryube menaikkan satu alisnya. "Bagaimana dengan sayapmu?"

"Sayap? Sayap yang mana?" Gadis itu tersenyum, mengepakkan sayapnya dengan kecepatan yang belum pernah dilihat Ryube sebelumnya, dan sayap hijau itu menghilang menyisakan udara kosong. "Ayo!" Gadis itu segera berdiri dengan semangat, sementara Ryube berdiri dengan malas. Yah, semoga saja berjalan-jalan bisa menghilangkan kebosanannya.

Ryube sesekali melirik jalan di depannya dan wajah Ai yang tampak cerah. Mata gadis itu membulat lebar, terlihat kekaguman dimata gadis itu ketika melihat suasana desa yang tampak ramai. Ryube tersenyum dan kadang tertawa pelan ketika gadis itu menggumamkan kata 'wah' dengan ekspresi yang lucu. Sepertinya tidak akan membosankan, batinnya.

Ryube benar-benar menikmati paginya siang ini. Kebosanannya telah terbang entah kemana sekarang. Tidak salah jika dia memanggil Ai. Ekspresi dan rasa ingin tahu gadis itu membuat Ryube ingin tertawa, ekspresinya seperti anak kecil yang polos dan lucu. Seperti saat ini, gadis itu untuk kesekian kalinya menghilang dari samping Ryube. Saat Ryube menoleh ke belekang, gadis itu tengah berdiri menatap kipas kecil dari kertas yang terus berputar di satu kios. Ryube segera menghampiri gadis itu.

"Kau mau itu?" Tanyanya.

Ai mengangguk pelan, menunjuk kipas yang berwarna hijau, seperti warna sayapnya. Ryube segera mengambilkannya, dan merogoh sakunya untuk membayar. Baru saja Ryube menoleh, gadis itu lagi-lagi menghilang, entah kemana. Pasti gadis itu menemukan sesuatu menarik perhatiannya. 

Tidak jauh darinya, gadis itu tengah berbicara dengan seorang pria. Ryube segera mendekat. Tapi melihat gadis itu tertawa, Ryube menghentikan langkahnya. Tertawa? Gadis itu tertawa? Seingatnya gadis itu jauh lebih jutek saat bersamanya, ucapannya kadang ketus dan menyebalkan. Ryube merasakan dadanya terasa sakit dan otaknya menyuruhnya untuk segera ke tempat gadis itu, untuk menariknya pergi.

Tanpa ragu, Ryube segera menghampiri Ai, menatap pria itu dengan tatapan tidak suka. Iris ungu cerahnya berubah menjadi kuning yang berkilat. Pria yang ditatap itu susah payah menelan ludah, kemudian pamit kepada Ai dan pergi. Dia tahu sebaiknya tidak berurusan dengan pria bermata kuning itu. Ryube segera menyerahkan kipas hijau itu ke Ai dan menarik gadis itu pergi.

"Hei, kenapa kau menarikku." gadis itu protes.

"Kau sering menghilang sih." 

"Lalu kita mau kemana?" 

"Cari makan, aku lapar." ucapnya, dengan nada kesal. Entah bagaimana rasa kesal yang muncul meruntuhkan keramahan yang selama ini melekat padanya.

Tidak begitu jauh dari pusat keramaian, Ryube dan Ai duduk berdampingan di satu kursi panjang, menikmati Takoyaki yang masih hangat. Sesekali terdengar gumaman dan senandung kecil dari gadis pirang di sampingnya. 

"Ternyata desa manusia menyenangkan." ujar Ai setelah menelan kunyahan takoyaki ketiga yang telah dimakannya, dan hanya dibalas gumaman oleh Ryube yang masih sibuk menikmati takoyakinya, sudah lama dia tidak makan makanan favoritnya ini. 

"Dan orang-orangnya ramah. Ada paman penjual roti, penjual daging, ada—" gadis itu terus menyebutkan semua penjual yang ditemuinya, dan Ryube terus membalasnya dengan gumaman. "—ada Aki-kun, ada—"

—kun? Apa tadi yang dia katakan? Kun? Kun!? Ryube menelan takoyakinya, dan segera menoleh ke Ai yang masih sibuk bercerita. "Siapa namanya tadi? Aka? Aki?" desisnya, menusuk takoyakinya dengan kasar, dan kembali melahapnya. 

"Maksudmu Aki-kun?"

Oke, jadi gadis itu memanggilnya dengan suffix -kun? Memangnya sudah sedekat apa? Baru juga bertemu tadi kan?

"Ryu, kau tahu, Aki-kun itu juga Jounnin loh. Sepertinya dia seangkatan denganmu. Saat aku menyebut namamu, Aki-kun bilang dia mengenalmu. Aku-kun cerita tentangmu loh, katanya—"

Aki-kun, Aki-kun, Aki-kun. Ryube jengah mendengar nama itu berulang-ulang. Entah bagaimana dadanya terasa terbakar. Dia tidak pernah seperti ini sebelumnya. Ryube terus menatap kesal pada gdis pirang yang dengan semangatnya bercerita. "—dan kau tahu, dia baru menyelesaikan misi tingkat S loh. Hebat ya."

"Oh, jadi dia sehebat itu?" Nada suara Ryube lebih terdengar seperti mengejek. Dia kesal, apa sih hebatnya makhluk bernama Aki-kun itu?

"Ya." Cih. Bahkan gadis ini terlihat antusias. 

"Kalau begitu kenapa kau tidak mengikat kontrak saja dengannya kalau dia sehebat itu?"

Iris hijau di hadapannya melebar. Tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Mungkin dia salah dengar. "A-apa?"

"Ikat kontrak saja dengannya, kalau dia begitu hebat?" ujar Ryube santai, meski sebenarnya dia masih kesal.

Tidak, gadis itu tidak salah dengar. "Jadi, kau ingin aku mengikat kontrak dengannya?" Ai menelan ludahnya dengan susah payah. Matanya terasa panas.

"Ya. Ikat kontrak saja dengannya, siapa namanya tadi? Aki-kun? Dia shinobi yang hebat kan? Kurasa dia lebih hebat dariku?" Desis Ryube. Kesal jika harus mengatakan pria yang bernama aki itu lebih hebat darinya. Ryube kembali menatap ke depan, ke apapun yang bisa mengusir kesalnya, dan mengunyah takoyakinya dengan kasar. 

Ai tercekat. Tenggorokannya serasa menyempit. Susah payah dia harus menggerakkan mulutnya dan menggetarkan pita suaranya. "Baik." Pertahanan Ai jebol, dia tidak bisa membendung air mata yang sudah menggenang. Kristal bening itu mengalir bebas di pipinya. "Jika itu maumu." 

Ai menaruh takoyaki yang belum habis dimakannya itu ke tempat kosong di sampingnya. Gadis itu berdiri, dan Ryube benar-benar terkejut. Dia tidak menyangka, baru kali ini dia melihat gadis itu menangis. "Aku akan mengikat kontrak dengannya, dan jangan pernah memanggilku!" Dan terdengar bunyi poff. Gadis itu telah kembali ke dunianya. Sementara Ryube, ini pertama kali dalam hidupnya dia tidak menyukai rasa takoyaki yang ditelannya.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar