Selasa, 14 Mei 2013

Kenapa? Karena Gue Suka

Gue heran, gue bingung.

Mungkin karena apa yang orang lain pikirkan sangat berbeda dengan apa yang gue pikirkan. Garis bawahi kata sangat berbeda seribu kali, karena gue rasa benar-benar berbeda. Ketika gue melakukan apa yang gue suka, orang lain malah heran dengan apa yang gue lakukan. Seolah gue selalu menenteng bahan reaktif di tas gue yang dalam tiap tarikan napas bisa meledak kapan saja dan mengirimkan radiasi nuklir dalam jarak 300 km. Oke, gue akui ini lebay. 

Banyak hal membuat gue gak sepaham dengan pemikiran orang lain. Sangat banyak. Misalnya, gue lebih memilih memakai celana kain buat ke kampus dibandingkan dengan celana jeans. Seorang teman pernah bertanya ke gue, kenapa gue gak pernah pakai celana jeans, kenapa gue terlalu betah dengan aturan pemakaian celana kain oleh lab? Jawabannya, bukan karena gue orang yang penurut banget, atau begitu takut dengan aturan lab hingga tiap hari ke kampus mesti pakai celana kain. Bukan, sama sekali bukan. Gue hanya merasa nyaman pakai celana kain. Karena memakai celana jeans selama hampir 12 jam di kampus, seluruh pembuluh darah di kaki gue serasa terjepit. Konyol, bukan?

Hal lain ketika gue jalan bareng sepupu gue ke Mall Panakukkang Makassar. Ketika sepupu gue lebih memilih buat nongkrong di tempat semacam-cafe-yang-gak-gue-ingat-namanya, gue benar-benar gak betah cuma duduk nikmatin minuman. Gue lebih milih jalan sendiri, ke satu-satunya tempat nongkrong favorite gue di Mall, Timezone. Yap, Timezone. Ituloh, tempat yang banyaaaak banget permainannya, yang banyak banget anak-anak kecilnya. Dan hanya satu permainan yang bikin gue betah di sana. Dance. Yap, permainan penguras energi yang make kaki. Dan reaksi sepupu gue waktu tau gue mainin gituan, bikin gue berkerut dahi. "Gak malu main gituan?" Reaksi gue, tertawa. Teman gue juga pernah nanya seperti itu. Sungguh, kenapa mesti malu coba? Selama gue suka, selama gue menikmatinya, selama stress gue bisa lompat keluar dari otak gue, gue gak perlu malu. Urat malu gue udah putus tuh.

Masih ada hubungannya dengan Timezone. Teman gue pernah nanya, kalau jalan-jalan gue biasanya ke mana. Santai, gue jawab Timezone. Dan mereka heran. Yap, tentu saja, jarang banget kan mahasiswa yang masih jalan-jalan ke tempat bermain bocah-bocah. Anggap aja makhluk langka yang hampir punah. Dibandingkan dengan Pantai Losari atau Anjungan tempat paling ramai dikunjungi buat jalan-jalan, gue lebih milih ke sana. Teman gue bilang "kayak bocah". Biarin, yang penting gue hepi. 

Gue ingat pernah diajak nonton ke Bioskop. Tapi gue nolak. Dibandingkan nonton dengan suara yang berisik banget merusak pendengaran, gue lebih memilih buat nonton di Chou (laptop gue, manis kan namanya). Bisa gue skip sesuka hati, suara bisa diatur sesuka hati, nonton bisa bermaca-macam posisi, duduk, baring, nungging, all position u want. Gue juga bisa tertawa atau teriak. Entah menurut orang lain gimana, tapi menurut gue sama aja nonton di Bioskop dan nonton di Laptop. Oke, layarnya memang berpuluh-puluh kali lebih kecil dibandingkan di Bioskop. Tapi, tetap aja lebih enak nonton lewat Laptop. Menurut gue ya.

Sepertinya memang apa yang ada di pikiran gue memang sangat berbeda dengan pemikiran kebanyakan orang. Sementara orang lain lebih suka ini, gue malah suka itu. Sementara orang lain malu melakukannya, gue hepi-hepi aja tuh. Seperti yang gue sebut sebelumnya, selama gue suka, gue gak peduli apa yang orang lain pikirkan. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar